Game di Mata Para Tokoh Pendidikan Nasional
Apa benar game dan belajar berada pada kutub yang berseberangan?
Baru-baru ini semakin banyak anak mengenal permainan baik online maupun offline melalui gadget yang semakin hari semakin terjangkau.
Bahkan kadang-kadang anak lebih ahli memainkan gadget dibandingkan orangtuanya.
Sebagian kalangan mengatakan gadget memberikan pengaruh yang buruk dan harus dihindarkan karena mengakibatkan kecanduan. Hal ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh psikiater dari University of California, Los Angeles (UCLA) Peter C. Whybrow yang menyebut online games sebagai “Digital Heroin”. 1
Bahkan menurut Eileen Kennedy, psikolog dari Princeton University, American Psychological Association (APA), telah menyatakan bahwa “Ada korelasi yang konsisten antara kekerasan dalam video games dengan perilaku agresif, pikiran agresif, hilangnya empati dan penurunan perilaku prososial pada anak”. 2
Sementara peneliti yang lain mengatakan permainan (gim) bisa menstimulasi kemampuan kognitif anak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan (problem solving) seperti yang dipaparkan Dr. Patrick Markey, psikolog dari Villanova University, Pennysilvania dalam bukunya “Moral combat: Why the war on violent video games is wrong”.
Lalu mana yang benar? Bisa jadi dua-duanya benar. Akses anak kepada video games maupun online games cenderung lebih banyak ketika orangtua tidak melakukan kontrol.
Saya termasuk yang percaya bahwa permainan online anak jaman now ada manfaatnya, tapi lebih banyak mudharatnya sehingga harus dibatasi, karena tidak bisa dihilangkan. Namun demikian sebenarnya permainan hanyalah sarana, lebih penting yang harus kita perhatikan adalah apa yang terjadi dalam alam-keluarga yaitu interaksi anak-orangtua ketika anak sedang bermain apapun permainannya.
Beberapa tokoh pendidikan nasional bahkan turut angkat bicara tentang hubungan game dan bermain dengan pendidikan.
Kami hadirkan beberapa kutipannya dalam tulisan ini, dan mungkin bisa membantu kita untuk membangun persepsi yang lebih optimis terhadap game dan industrinya.
Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (dikutip dari GATRAnews)
“Video game yang tepat dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran yang efektif bagi perkembangan kognitif, motorik maupun sosial-emosional.”
Prof. Dr. Iwan Pranoto, Guru Besar Matematika ITB (dari wawancara Segitiga.Net)
“Gamification itu menurut saya kecenderungan pembelajaran yang sekarang dan akan datang. Game itu yang akan mengubah paradigma kuno kita bahwa belajar adalah beban, menjadi belajar adalah kenikmatan, permainan.”
Bukik Setiawan, Penulis Buku “Anak Bukan Kertas Kosong”
“Anak bukan belajar sambil bermain, tapi anak belajar dengan bermain. Karena itu penting bagi praktisi pendidikan untuk merancang proses belajar yang memancing rasa ingin tahu anak, memberi kesempatan anak untuk keliru tanpa dihakimi, membuat anak merasakan pengalaman seru dan merasa bermakna/penting dengan beragam apresiasi.”