Tragedi Gejayan, Suka Duka Reformasi di Yogyakarta
Kita mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa nama jalan yang berada di Yogyakarta diangkat dari nama-nama tokoh yang telah mewarnai perjalanan sejarah Indonesia.
Peristiwa reformasi dan kerusuhan yang terjadi pada bulai Mei 1998 tidak dapat dipisahkan dari Jalan Gejayan atau Jalan Colombo, Bunderan UGM, Kantor Pos Besar, Gedung DPRD Yogyakarta, dll.
Sebagai contoh, jalan yang melintang di antara jalan dekat Universitas Negeri Yogyakarta sampai Ring Road Utara yang biasa kita sebut dengan Jalan Gejayan atau Colombo, merupakan tempat bersejarah yang dimana dijalan ini mahasiswa-mahasiswa dari kampus-kampus di daerah Yogyakarta menyalurkan segala aspirasi.
Peristiwa Gejayan dikenal juga dengan sebutan Tragedi Yogyakarta, adalah peristiwa bentrokan berdarah pada Jumat 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta, dalam demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto. Di jalan ini pula telah terjadi kerusuhan yang menyebabkan banyak toko-toko terbakar, rusak, dan penjarahan terjadi. Sementara sisa kerusuhan massa demonstran, masih terlihat sampai saat ini dijalan yang meliputi Jalan Colombo, Jalan Prof. Yohanes, Jalan Gejayan, Jalan Laksda Adisucipto, dan kampung kampung sekitarnya.
Massa demonstran yang semula berasal dari kalangan akademisi menjalankan aksinya dengan damai, berubah menjadi aksi anarkis ketika massa dari berbagai elemen ikut didalamnya. Hal ini yang menjadi salah satu awal tidak terkendalinya massa demonstran dan awal terjadinya kerusuhan.
Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa mahasiswa yang dilakukan beberapa Universitas di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998. Pukul 09.00 terjadi demonstrasi di kampus Institut Sains dan Teknologi Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta. Sementara di kampus Universitas Kristen Duta Wacana juga menyelenggarakan aksi keprihatinan yang berlangsung di Atrium UKDW. (Baca juga penuturan tentang tragedi Gejayan dari Mas Donny Verdian (alumni UKDW): Kenangan Sepuluh Tahun Peristiwa Gejayan)
Selesai sholat Jumat, Pukul 13.00, sekitar 5000 mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran kampus UGM. Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi.
Pada saat yang bersamaan siang itu, ratusan lainnya juga melakukan demonstrasi di halaman kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan kampus IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) yang lokasinya berseberangan. Di sini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998. Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana. Ternyata aparat keamanan tidak mengijinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat.
Bentrokan meletus sekitar pukul 17.00. Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl. Gejayan dan Jl. Colombo. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang membentang dari perempatan Jalan Ring Road Utara hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Aparat secara membabi buta memukul setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan penduduk setempat. Selama bentrokan berlangsung aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan UNY, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Ketegangan ini terus berlangsung hingga malam harinya. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar hingga pukul 22.00. Sejumlah orang masih berlarian menyelamatkan diri, dan sebagian yang lain masih tertahan dalam kepungan polisi dan tentara. Massa yang terkepung ini diisolir secara ketat, dengan menutup jalan-jalan yang menuju lokasi. Pukul 00.15 WIb, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan menembakkan gas air mata. Massa mencoba membakar panser tersebut, tapi gagal. Api hanya terlihat menyala sebentar, kemudian padam kembali.
Peristiwa sejarah yang masih mengakar kuat dalam ingatan kita, termasuk peristiwa terbunuhnya mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa yang bernama lengkap Moses Gatutkaca ini tewas pada hari Jum’at tanggal 8 Mei 1998. Moses Gatutkaca merupakan salah satu pahlawan reformasi yang gugur, selain empat mahasiswa Universitas Trisakti yang terbunuh dalam peristiwa Tragedi Trisakti, yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie, yang tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada dan Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia, yang juga terbunuh dalam peristiwa Tragedi Semanggi II yang terjadi pada tanggal 23 September 1999.
Moses ditemukan sekarat oleh beberapa mahasiswa dari Posko PMI Universitas Sanata Dharma, setelah aparat melakukan pembersihan di daerah bentrokan sekitar hotel Radisson Yogyakarta (Jogja Plasa Hotel). Moses ditemukan tergeletak di jalan dengan kondisi tangannya patah menelikung ke belakang, dan kepalanya mengalami luka parah. Dari telinga dan hidungnya darah segar terus menerus mengalir. Dengan menggunakan ambulans, Moses dibawa ke rumah sakit Panti Rapih sekitar pukul 21.55 WIB, tetapi dalam perjalanan ia menghembuskan nafas terakhirnya. Dari hasil visum dokter menyatakan bahwa korban mengalami pendarahan telinga dan mulut diduga mengalami retak tulang dalam dasar tengkorak.
Sebagai bentuk penghormatan maka sejak tanggal 20 Mei 1998, Jalan Colombo yang berada disebelah utara hotel Radisson (Jogja Plaza) ini diubah namanya menjadi jalan Moses Gatutkaca. Sedangkan jalan Gejayan berubah nama menjadi Jalan Affandi. Tentu apapun nama jalannya saat ini kita tentu takkan bisa melepaskan dengan sebutan nama Jalan Gejayan, bahkan masih banyak orang yang tidak tahu tentang proses berubahnya nama Jalan Gejayan menjadi Jalan Affandi beserta peristiwa sejarah yang telah terjadi di jalan tersebut.