Dia Sibuk, Aku Bukan Prioritasnya

βˆ™ The Journey of Self-Discovery

Di umur kita yang idealnya lagi masa-masa produktif, sering kita merasa insecure kayak gitu gak, sih? Baik itu terhadap sahabat, pacar, temen deket, temen biasa dalam circle pertemanan.

Coba deh.. Entah gimana, tapi seiring berjalannya waktu, saya paham bahwa, β€œThe time is sometimes slight off”.

Ketika saya ada waktu luang, orang yang ingin saya temuin lagi sibuk. Pun sebaliknya, ketika ada orang yang minta ketemu saya, saya yang berhalangan. Itu, udah bukan hal yang asing lagi.

Masuk umur 20-an, udah lebih banyak yang perlu diurus selain nongkrong2 cantik. Udah harus mulai persiapin buat β€˜real life’ yang lebih dari sekedar tugas besar.

Makin ke sini makin bisa mentolerir ketidakhadiran seseorang, bahkan untuk orang2 terdekat yang biasa diajak jalan hampir seminggu sekali pun.

Paham bahwa dia juga punya hidup yang harus dia persiapkan. Bahwa dia lebih memprioritaskan hidupnya sendiri dibandingkan memprioritaskan kita.

Dan itu, adalah hal yang sangat manusiawi. Dia berhak untuk itu, karena toh, kalau dia memprioritaskan kita, apa kita punya jaminan buat kesuksesan hidupnya kelak? Nope. We too prioritize our own selves for that case.

Cuman emang, ketika kita berlari lebih cepat dibandingkan yang lainnya, mungkin ada masanya ketika kita sudah melewati masa2 terberat itu, kita ngerasa sepi. Jalan sendiri. Kayak nggak ada temen. Karena kita lagi berada di check point, yang idealnya akan sangat lebih baik ketika kita habiskan waktu di titik rehat ini bareng temen2 kita, dimana temen2 kita yang lain masih otw ke titik ini.

Ya nda apa2.. Setiap orang punya kecepatan masing2. Nikmatin. Jangan sampe karena kita ngerasa sendiri, lantas kita playing victim, bilang kalau kita bukan prioritasnya lagi. Jangan sampai karena kita ngerasa sendiri, malah bete kalau ada temen kita yang gak bisa temenin. Nggak gitu caranya. Nggak!

Tulisan ini dibuat bukan untuk menyinggung. Maaf, kalau misal emang ada yang tersinggung. Tulisan ini dibuat karena saya pernah, ada di masa yang ngerasa kayak sendiri, punya temen tapi kayak yang gak punya. Yang ternyata, itu semua cuman ada di pikiran saya saja.

Sampai akhirnya saya bersyukur, masih ada temen yang bisa diajak bercanda lewat chat/sosmed. Masih ada temen yang bisa ditelepon, walaupun udah lama banget gak ketemu langsung. Masih ada temen yang menyempatkan buat bantu ketika ada masalah, lewat chat. Surely, we shall thank technologies for that.

Selama komunikasi itu gak hilang, saya rasa gak masalah kalau mereka gak hadir secara fisik. Nggak apa2 kangen terus sama orang2 hampir tiap hari. Nggak masalah buat jalan kemana2 sendiri, lama2 jadi hal yang biasa.

Justru dengan menyadari itu, harusnya kita bisa lebih menghargai waktu2 yang mereka sempatkan, walaupun secara online. Apalagi waktu yang disempatkan secara offline.

Sebagaimana waktu kita adalah sesuatu yang berharga untuk dimanfaatkan sebaik mungkin, waktu mereka juga adalah suatu hal yang berharga yang gak mungkin bisa kita ganti.

Dan saya juga ikut seneng ketika teman2 saya punya kesibukan masing2. Itu berarti, mereka juga sedang menempa diri mereka, yang mana itu adalah hal yang baik untuk mereka.

Jadi, apa masih harus menuntut untuk diprioritaskan?


Dia sibuk, saya bukan prioritasnya